Thursday, April 4, 2013

Dwilogi (Trilogi) Dahlan


             Ini dwilogi apa trilogi sih. Baca judulnya aja udah njlimet. Hehe sebenernya sengaja dibikin begitu. Ceritanya gini, kata penulisnya sih buku semi biografi tentang Dahlan Iskan bakalan ada 3 sekuel. Nah yang baru cetak dan baru gw baca itu 2 buku doank. Nah makanya dinamakan  dwilogi padahal sebenernya trilogi.
            Buku tentang Dahlan Iskan yang pertama itu judulnya Sepatu Dahlan. Menurut gw di buku yang pertama ini dijelasin masa kecilnya Dahlan Iskan. Gimana sekolahnya, temen-temennya (terlepas apakah itu fiksi atau real), buku pertama ini sukses menggambarkan Dahlan kecil beserta impiannya buat dapetin sepatu baru.

            Gaya kepenulisan dibuku pertama ini juga udah menggambarkan kalo yang cerita itu anak kecil seusia SD. Yang bikin gw takjub adalah, walaupun keseluruhan bukun pertama ini mengungkap masa kecil. Banyak banget nilai yang bisa dipetik tanpa maksud menggurui.
            Jujur aja, abis baca buku pertamanya gw semacam dapet pencerahan hidup. Tadinya sempet pesimis liat tuh buku karena gw lagi ga mood baca. Tapi akhirnya semua mengalir aja. Gw jadi lebih bersyukur atas apa yang gw punya sekarang ini. Dan gw g nyangka dibalik kepolosan seorang anak kecil yang hanya seusia SD ternyata mempunyai kemampuan berpikir dan bersikap jauh melebihi usianya.
            Contohnya, saat Dahlan harus bertanggung jawab penuh atas adiknya saat ibunya meninggal, Dahlan rela berkorban tidak makan karena adiknya kelaparan. Kemudian saat pertandinga voli antar sekolah yang mengharuskan setiap pesertanya memakai sepatu, Dahlan tetap datang ke pertandingan walaupun ga punya sepatu. Bagi sebagian anak kecil mungkin peraturan seperti itu malah membuat mereka memilih ga ikut pertandingan. Tapi Dahlan seolah ga terpengaruh sama sekali dengan peraturannya dan tetap memilih datang serta mencari solusi atas masalah.
            Lanjut ke buku kedua yang berjudul Surat Dahlan. Disini sudah terlihat sekali perkembangan karakter antara Dahlan kecil dengan Dahlan yang menginjak bangku kuliah.

            Dari sisi penulisan, gaya bahasa, dan pemilihan kata turut menentukan karater Dahlan remaja. Penuh pemberontakan, sikap kritis yang luar biasa, sampai dengan perbuatan nekad.
            Contohnya, saat Dahlan memprotes salah satu aturan dosen yang mengharuskan mahasiswanya memakai kemeja saat belajar. Bukannya berusaha mendapatkan kemeja, melainkan dia menggelar aksi demo di kelasnya. Sehingga sang dosen marah.
            Dan masih banyak lagi aksi-aksi nekad lainnya. Hingga akhirnya Dahlan yang terlalu aktif di organisasi kampus dituduh sebagai pemberontak dan merencanakan makar. Ia dan teman-temannya menjadi buronan TNI.
            Intrik dan kisah asmara pun menjadi bumbu yang masih laku untuk dijual. Jika pada buku pertama, Dahlan dikisahkan dekat dengan Aisha bahkan bisa dibilang tergila-gila. Maka pada buku kedua ini Dahlan dihadapkan pada banyak pilihan. Pada satu sisi, konflik dengan Aisha tetap terjalin karena hal itulah yang membuat Dahlan merantau ke Kalimantan demi mendapatkan gelar sarjana. Tapi di sisi lain Dahlan seolah kehilangan tenaga untuk mengejar mimpinya. Sementara itu, datanglah teman SDnya, Maryati, yang dulu sangat menyukai Dahlan. Demi cintanya dia sampai menyusul Dahlan ke Kalimantan. Sayangnya yang didapatkan hanya penolakan.
            Di buku kedua ini, lebih digambarkan bagaimana perubahan-perubahan pola pikir Dahlan dalam mengatasi sebuah masalah. Termasuk pada saat Dahlan bekerja sebagai wartawan. Kecepatan pengambilan keputusan dan memilih resiko yang harus dihadapi, menarik untuk diikuti.
            Boleh dibilang, novel atau semi biografi, atau apapun namanya, merupakan suatu buku yang layak dibaca. Terutama bagi jiwa-jiwa yang memang sedang jenuh menghadapi rutinitas, buku ini bagai morning booster. Dan gw ga sabar untuk baca buku terakhir yang berjudul Senyum Dahlan.

Tuesday, October 9, 2012

Goodbye Sari (see u later, hopefully)


             Ga kerasa gw udah 7 bulan jadi juragan cendol, banyak lika liku. Yang pasti gw mempelajari 2 hal, jadi bos ga segampang yang dipikirkan dan cari karyawan itu susah. Selama 7 bulan ini gw udah 2 kali ganti karyawan, yang pertama cuma bertahan sehari, karena gw ga cocok.
            Cowok, orangnya jorok, ngerokok pas lagi jaga, 1 kesalahan fatal dalam menjual makanan. Yang kedua hanya bertahan 3 bulan, itu pun ga sampe. Yang kedua ini complicated banget, sampe sekarang pun dari kabar yang gw denger, dia nyesel banget keluar dari gw. Tapi ya gimana lagi, gw paling ga suka kalo karyawan udah bawa-bawa urusan pribadi ke kerjaan. Karyawan gw ini dilarang sama pacarnya buat kerja. Pacarnya ngajak buru-buru nikah, sedangkan mereka pun statusnya masih sama-sama karyawan yang masih butuh duit buat bertahan hidup.
            Akhirnya gw pun ga tahan banget. Apalagi pacarnya udah kurang ajar ke gw. Mungkin mereka ga salah juga, sebab gw pun memperlakukan mereka layaknya teman bukan sebagai bos kepada bawahan.
            Selama 7 bulan ini outlet gw bertambah 1 lagi, sehingga jadi 2. Yang kedua terletak di ITC Cempaka Mas. Harga sewa yang mahal, lantas ga membuat gw menaikkan harga cendolnya. Menurut orang-orang sana harga cendol gw kemahalan dengan bandrol 7 ribu.
            3 bulan pertama di Cempaka Mas, omzet sehari-hari walaupun belum capai target untuk menutupi biaya sewa, masih memberikan harapan kalo cendol akan sukses menutupi biaya sewa. Tapi tiba-tiba bencana itu datang, memasukin bulan puasa omzet gw turun drastis sampe 50%, gw pun ga ngerti kenapa bisa gitu.
            Sebenernya kantor pusat pun bilang hal itu biasa terjadi awal-awal bulan puasa, biasanya hanya seminggu aja, setelah itu normal kembali bahkan membludak. Dan saran itu memang benar dan terjadi di cabang gw yang utama, Kelapa Gading. Tapi di Cempaka Mas, malah makin memburuk. Belum lagi ditambah kios yang biasanya tidak menjual cendol, mereka ikut-ikutan menjual, dengan harga yang lebih murah, 5 ribu. Gw pun udah ga kuat, akhirnya kabar baik datang.
            Gw ditawari untuk ikut pameran di mall yang baru buka. Kota Kasablanka. Excited banget. Tapi sekali lagi, harapan tinggal harapan, penjualan disitu lebih parah daripada di Cempaka Mas. Pernah sehari gw cuma jual 1 cup aja, itu pun yang beli pengelola. Dan kondisi ini mungkin karena mallnya yang benar-benar baru buka, sehingga masih banyak puing-puing yang belum dibersihkan. Masih banyak kuli bangunan yang berkeliaran. Mata pun perih saat masuk mall karena bangunannya baru saja di cat. Akhirnya dalam waktu 2 minggu gw pun langsung tarik dagangan dan pindah ke Grand Indonesia. Berhubung EO yang mengurusnya masih orang yang sama, mungkin karena rasa bersalah, gw pun ditawari untuk ke mall yang ada di dekat Bunderan HI.
            Penjualan disana fantastis, dua kali lipat dari penjualan di Cempaka Mas. Gw pun yakin dengan penjualan di GI bisa menutupi biaya operasional di Cempaka Mas yang selama ini masih ditolong dari Kelapa Gading. Dan akhirnya sampai di penghujung bulan puasa, penjualan sangat bagus bahkan melebihi omzet Kelapa Gading. Untuk sementara, karena libur lebaran, operasional di Cempaka Mas dihentikan.
            Setelah libur lebaran operasional di Cempaka Mas kembali diteruskan, kali ini dengan semangat dan harapan yang sama, ditambah lagi karena karyawan yang di Cempaka Mas sudah lebih dari 3 bulan mengabdi, maka berhak mendapatkan kenaikan uang makan sebesar 50%.
            Tapi sekali lagi harapan tinggal harapan, penjualan di Cempaka Mas malah lebih buruk dari sebelum puasa. Lebih buruk dari awal-awal saat gw buka dulu. Dan gw pun ga ngerti kenapa, sampai saat sekarang gw menulis blog ini penjualan masih belum ada tanda-tanda yang menyenangkan. Keadaan ini pun bukan dialami oleh outlet Cempaka saja, tapi di Kelapa Gading pun sama, meskipun tidak separah Cempaka.
            Hampir 1 bulan berlalu setelah lebaran, masih belum ada tanda-tanda Cempaka bangkit. Dan kemudian kabar itu pun datang beruntun. Yang pertama, gw dapet tempat di MOI, dengan jam operasional yang dengan mendengarnya pun terbayang lelahnya. Belum lagi harga sewanya yang berat. Yang kedua, karyawan gw yang di Cempaka, akan menikah lagi setelah beberapa tahun menjanda. Dan dia pun keluar secara baik-baik, karena calon suami tidak mengijinkannya untuk bekerja.
            Well, mungkin itu semua tanda. Bahwa inilah akhir dari outlet Cempaka Mas. Inilah akhir dari Sari juga. Jujur, walaupun gw jarang kontrol langsung, hanya beberapa kali saja terutama saat ambil omzet atau antar/ambil stok, pekerjaan Sari rapi. Dewasa, mandiri, bertanggung jawab, profesional serta berdedikasi, itulah gw lihat selama ini.
            Dan malam ini, saat gw berikan Sari gaji terakhir. Gw malah yang masih berharap bisa bekerja sama lagi. Menjalin kembali hubungan profesional antara bos dan karyawan. Walaupun di saat-saat terakhir Sari akhirnya melakukan sedikit kesalahan, jumlah omzet yang dia setorkan kurang 4 ribu. Gw kira gw salah hitung karena waktu itu gw buru-buru. Tapi ternyata sebuah sms datang.
            “Ass mas gimana uangnya? Pas kan? Mas makasih banyak ya” Sudah pasti uang yang itung kurang. Gw sebagai bos yang punya kewajiban menegur/ meluruskan/ memperbaiki kesalahan karyawan akhirnya menjawab begini,
“Wass Sari uangnya kurang 4 ribu. Tp gpp mungkin krn km buru-buru mau beres-beres jadi salah hitung. Kl km butuh kerjaan lagi, sms saya aja. Mudah2an kalo saya lg ada lowongan km bisa masuk”
            “iya mas ku minta maaf ya mas, iya mas nanti sari sms kl sari boleh kerja lagi.”
            Aku pun segera menyudahi sms dengan jawaban pamungkas, “iya gpp sari. Selamat menempuh hidup baru ya Sari, semoga jadi keluarga yang sakinah, mawaddah, n warohmah. Salam juga buat anak dan calon suami km”
            “iya mas, makasih doanya” Sari menjawab singkat.
            Selamat tinggal Sari, semoga di lain kesempatan kita bisa bekerja sama lagi...